Senin, 25 Mei 2015

Prinsip prinsip penanganan cedera olahraga

PRINSIP-PRINSIP PENANGANAN CEDERA

PRINSIP-PRINSIP PENANGANAN CEDERA

Kecelakaan atau cedera padat terjadi dimana saja, kapan saja, dan siapa saja. Menurut Andun Sudijandoko (2000:29), dalam melakukan penanganan cedera olahragah terlebih dahulu mengetahui bagaimana badan yang terkena cedera dan beratnya cedera tersebut.
Menurut Andun Sudijandoko (2000:30), cedera dapat ditandai dengan adanya rasa sakit, pembengkakan, kram, memar, kekakuan, dan adanya pembatasan gerak sendi serta berkurangnya kekuatn pada daerah yang mengalami cedera tersebut. Sebelum kerumah sakit, pertolongan pertama yang dapat dilakukan dalam evaluasi awal tentang keadaan mum pemderita, untuk menentukan apakah ada keadaan yang mengancama kelangsungan hidup. Setelah diketahui tidak ada hal yang membahayakan jiwanya maka dilanjutkan upaya-upaya sebagai berikut:
1.      Penanganan dengan Sistem RICE
RICE principles atau prinsip RICE dikenal sebagai prinsip penanganan cedera pertama kali pada cedera olahraga atau cedera aktifitas yang berakibat pada gejala objektif yang dirasakan dan perlu penanganan prinsip RICE. RICE merupakan kepanjangan dari Rest (Istirahat), Ice (Es), Compression (Kompres) dan Elevation (Elevasi). Komponen RICE mempunyai peranan masing – masing karena mempunyai fungsi tertentu sehingga saling melengkapi untuk penanganan cedera. Penanganan cedera pada masa dini sangat signifikan fungsinya sebagai faktor penentu lamanya proses kesembuhan penderita cedera. Apabila ada tindakan pertama yang salah dalam penanganan cedera, hal itu akan berefek pada lama dan proses penyembuhan cedera tersebut. Untuk itu prinsip RICE ini sangat berperan dalam segala macam penanganan cedera, apakah itu cedera olahraga, cedera pekerjaan ataupun cedera aktifitas keseharian. Berikut penjabaran komponen komponen dari prinsip RICE Rest (Istirahat).
a.       Komponen pertama dari RICE adalah rest 
Rest (istirahat), yang mempunyai arti mengistirahatkanFungsi bagian extremitas yang cedera untuk meminimalkan cedera ataupun penambahan cedera. Agar seseorang penderita cedera tidak bertambah keluhannya, anjuran yang disarankan adalah istirahat. Istirahat sangat berarti untuk menghimpun tenaga ataupun mengistirahatkan tubuh. Istirahat akan meminimalkan nyeri yang di derita, mengurangi pembengkakan, menghindari gerakan yang tidak diperbolehkan dan menjaga sistem otot (muscular), sendi dan rangka (tulang), yang terlibat. Rest dapat diaplikasikan dengan cara splint (lengan), berbaring (punggung), tidur dan lebih jelasnya tidak melakukan kegiatan yang melibatkan bagian yang cedera terlebih dahulu. Ice (Es).



b.      Komponen kedua dari RICE adalah Ice atau Es


Pemakaian medium es sebagai salah satu penanganan dari prinsip RICE adalah sangat mutlak peranannya. Penggunaan es sangat diperlukan saat cedera terjadi karena saat cedera terjadi pembengkakan atau rusaknya pembuluh darah pasti terjadi, dan penanganan yang tepat adalah dengan es. Es dapat mengurangi terjadinya pembengkakan dan meluasnya kerusakan jaringan yang berlebih. Selain mengurangi pembengkakan dan menghindari kerusakan yang berlebih medium es juga dapat mengurangi nyeri untuk sementara. Es dapat mengurangi nyeri karena es bersifat analgetik bila dipakaikan ke bagian tubuh secara kontak langsung yang mana jaringan yang dipakaikan akan menjadi tebal (seperti di bius atau di anasthesi). Pengecualian pemakaian medium es adalah bila adanya luka terbuka pada cedera. Pengaplikasian cara ini dapat dengan cara kompres es (kontak langsung – tidak lebih dari 10 menit) atau dengan cloride ethyl spray (vapocoolant spray). Compression (Kompres).
  c.       Komponen ketiga dari RICE adalah Compression/kompresi
Kompresi merupakan tindakan pembalutan bagian yang cedera dengan alat perban atau bandage untuk menghindari penumpukan cairan yang disebabkan oleh pembengkakan. Selain untuk menghindari pembengkakan metode kompresi dapat juga sebagai penyangga atau peng-fiksasi gerakan extremitas yang cedera agar tidak bergerak sehingga tidak meluasnya jaringan yang rusak karena cedera. Elevation (Elevasi).

d.      Komponen ke empat dari RICE adalah Elevation/Elevasi
Elevasi merupakan komponen terakhir yang berfungsi atau mempunyai tujuan sebagai fasilitator suplai darah melalui pembuluh darah balik (vena) dari extremitas (lengan atau tungkai) ke arah jantung. Pembengkakan di extremitas biasanya terjadi kerena tidak lancarnya pembuluh darah balik tersebut. Untuk mengurangi pembengkakan atau menghindari pembengkakan yang lama untuk itu dilakukan elevasi extremitas. Elevasi mempunyai arti meninggikan posisi atau mengubah posisi ke yang lebih tinggi dari posisi jantung sehingga terjadi aliran kebawah yang akan memfasilitasi pembuluh darah balik dalam bekerja.
Pertolongan pertama merupakan pemberian perawatan yang diperlukan untuk sementara waktu. Seperti pertolongan:
a.       Pendarahan
Menutut Hardianto Wibowo, 1995: 39. Pendarahan terjadi karena pecahnya pembulu darah sebagai akibat dari trauma pukulan, tendangan atau terjatuh.
Cara menghentikan pendarahan yaitu dengan mempergunakan bahan lembut apa saja yang dimiliki saat itu,seperti sapu tangan atau kain yang bersih. Lalu tekankan pada bagian tubuh yang mengalami pendarahan dengan kuat. Kemudian ikat saputangan, agar saputangan yang digunakan tetap menekan luka sumber pendarahan.
Cedera yang dapat terjdi pendarahan seperti, luka, memar, lembam, lecet, kejang, koma, dan mati suri. Adapun cedera yang tidak mengeluaran darah. Seperti hypothermia, lepuh, pingsan, kram, syook, dan dehidrasi.


b.      Keseleo atau terkilir
Menurut Iskandar junaidi, 2011:109. Keseleo merupakan kecelakaan yang paling sering terjadi, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia olahraga. Keseleo disebabkan adanya hentakan yang keras terhadap sebuah sendi tetapi dengan arah yang salah atau berlawanan dengan alur otot. Akibatnya, jaringan pengikat antar tulang (ligament) robek. Robekan ini diikuti oleh pendarahan dibawah kulit, mengumpal dibawah kulit dan menyebabkan terjadinya pembekakan, rasa nyeri, serta sendi sulit digerakan. Bagian tubuh yang sering mengalami keseleo pada saat berolahraga seperti; pergelangan kaki, pergelangan tangan, jari tangan, sendi siku, sendi lutut, dan kejang otot.
 
2.      Penanganan Tradisional 

Seperti halnya dalam menangani cedera dalam olahraga secara umum, cedera yang menimpa pemain sepakbola seharusnya juga mendapatkan perawatan dan pengobatan secara medis, namun pada kenyataannya seperti yang terjadi pada beberapa kalangan dari pemain sepakbola di Indonesia, “mereka” lebih memilih menjalani pengobatan alternatif atau yang biasa disebut pengobatan tradisional, karena menurut mereka telah terbukti dan memberikan hasil yang cepat dan memuaskan. Pertimbangan memanfaatkan jasa pengobatan tradisional dalam mengobati cedera pemain sepakbola daripada praktek kedokteran dipengaruhi oleh faktor biaya operasi yang mahal, waktu pemulihan yang lama, dan kebiasaan turun-temurun yang sudah lebih dulu dipercaya. Dapat disimpulkan bahwa pemain sepakbola menginginkan cedera tersebut dapat disembuhkan secara instan agar kembali pada kondisi semula.
Tata cara pengobatan tradisional pada dasarnya mengacu kepada mengembalikan fungsi otot kembali normal melalui teknik pemijatan dan ditunjang dengan ramuan tradisional. Tahap awal penyembuhan cedera olahraga dimulai dengan melakukan pijatan di telapak kaki sebagai titik pusat peredaran darah dan bukan pada bagian yang menderita cedera. Peranan ramuan tradisional sama sekali tidak mengandung mistis di dalamnya, melainkan memberikan pengaruh panas ke otot sehingga memperlancar peredaran darah.
Berdasarkan pengalaman salah seorang pemain sepakbola professional, yang juga pemain Tim Nasional Indonesia yaitu Ricardo Salampessy, saat ia mengalami cedera lutut parah/berat, cedera itu dapat disembuhkan dengan metode pemijatan dan ramuan tradisional dari Papua. Selama cedera Slampessy secara rutin melakukan pemijatan pada lututnya yang dikerjakan oleh ahli Terapis tradisional dan dioleskan juga ramuan yang terbuat dari jahe merah asal Papua. Proses penyembuhan cederanya berlangsung selama 3 bulan, sehingga waktu ini menjadi lebih cepat daripada jika penanganan cedera dilakuakn dengan jalan operasi yang diperkirakan memakan waktu 6 bulan penyembuhan.
Metode penyembuhan yang dilakukan oleh ahli terapis tradisional untuk setiap jenis cedera bervariasi, sebagai acuan titik pemijatan terletak pada telapak kaki kemudian bergerak ke bagian lain tubuh yang berhubungan dengan cedera. Berikut ini beberapa penjelasan mengenai cara penanganan cedera pada lutut, engkel, dan memar:
*        Cedera lutut, jika terjadi dislokasi lutut maka langkah awalnya adalah mengembalikan posisi ujung lutut ke lokasi semula, pemijatan di telapak kaki dilakukan agar peredaran darah mengalir lancer ke jantung, dilanjutkan dengan pemijatan daerah sekitar lutut mengarah ke jantung.
*        Cedera engkel, cedera ini ditangani melalui pemijatan pada telapak kaki, kemudian dilanjutkan ke bagian engkel secara perlahan sambil memberikan tekanan yang mengarah ke atas. Untuk mengembalikan fungsi kerja otot, persendian digerakkan kea rah berbeda.
*        Cedera memar, pemijatan berawal dari ujung kaki menuju otot bagian tubuh lain yang masih berhhubungan dengan lokasi cedera. Untuk cedera memar tidak boleh dilakukan pemijatan pada bagian yang cedera, hanya di lokasi sekitarnya.
Cara pengobatan tradisional untuk mengobati cedera olahraga sepakbola maupun sakit lain umumnya dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat di Indonesia. Keyakinan kuat manfaat pengobatan tradisional sudah dikenal secara turun temurun sebagai bagian dari budaya masyarakat lokal.

Menurut Dr. Jhon Kambu seorang dokter tim sepakbola asal papua menyatakan bahwa beberapa pengobatan tradisional menggunakan metode pijatan dan ramuan tradisional tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran. (Tabloid Soccer edisi17/XI, 23 Oktober 2010).
Namun harus diingat bahwa memilih ahli terapis tradisional harus selektif dan berhati-hati karena apabila terjadi kesalahan maka akibatnya menjadi fatal yaitu tidak dapat kembali bermain sepak bola atau pensiun.
Seringkali cedera dialami seseorang bukan karena nasib buruknya, namun disebabkan dia tidak mematuhi beberapa aturan dalam berolahraga. Bagi Anda yang gemar berolahraga tentu pernah mengalami cedera, baik itu yang bersifat ringan ataupun sakit yang berat.
Sebelum melakukan olahraga, hal yang terpenting untuk diperhatikan adalah peralatan dan kelengkapan yang dibutuhkan. Kelengkapan olahraga dapat menghindarkan seseorang dari kecelakaan saat beraktivitas. Untuk olahraga yang membutuhkan seseorang berlari, maka kelengkapan pertama yang dipenuhi yakni sepatu, kaos kaki dan lain sebagainya yang digunakan di area kaki.
3.       Penanganan Para Medis


Semua olahraga memiliki risiko cidera, dimana pada saat cidera, kualitas dan performa atlet di lapangan akan menurun. Ada dua jenis cidera dalam berolahraga. Cidera langsung (traumatic injury) maupun tidak langsung (overuse injury).Traumatic injury di sini dapat dilihat dengan jelas penyebabnya. Misalnya jatuh, salah gerak, tertabrak, dan lain-lain sehingga menyebakan robekan/putusnya jaringan lunak (soft tissue) seperti ligamen, otot, tendon hingga terjadinya fraktur (patah tulang). Pada kondisi yang seperti ini, diperlukan penanganan medis professional seperti dokter atau fisioterapis.
Adapun penanganan cedera dengan rehabilitasi medis terbagi berdasarkan perkembangan cedera yaitu:
a.       Stadium Akut, adanya pembengkakan dan nyeri akibat pembengkakan. Bertujuan untuk mengatasi pembengkakan, edema yaitu dengan immobilisasi (tidak bergerak), kompres es, obat-obatan dan terapi modalitas lain. Dapat dimulai latihan gerak yang terbatas dan hati-hati.
b.      Stadium Sub-Akut, pembengkakan berkurang. Nyeri akibat regangan jaringan ikat.
Bertujuan mengurangi perlengketan dan kontraktur yaitu dengan cara latihan gerak aktif perlahan-lahan, intensitas bertambah secara bertahap.
c.       Stadium Kronik, inflamasi/pembengkakan hilang. Nyeri yang timbul di sini bukan akibat regangan jaringan ikat. Rehabilitasi di sini bertujuan untuk pemulihan dengan latihan peregangan, penguatan otot dan latihan gerak fungsi secara bertahap.
4.     Tindakan P3K
Di dalam melakukan suatu kegiatan, misalnya bekerja, belajar, wisata, bermain, atau berolahraga, ada kalanya sering terjadi bahaya atau kecelakaan. Adapun langkah-langkah awal pendidikan penyelamatan adalah sebagai berikut.
1.      Menyelamatkan jiwa korban Seseorang yang menjadi korban di mana dan kapan saja, tindakan yang pertama adalah menyelamatkan jiwa korban. Jiwa korban adalah hal yang penting yang harus ditolong.
2.      Mencegah terjadinya cidera yang parah Jika terjadi kecelakaan atau bahaya, tindakan yang perlu diambil adalah mencegah terjadinya cidera yang parah. Cidera yang parah juga terjadi pada saat penyelamatan yang salah dan tergesa-gesa, biasanya luka menjadi infeksi, atau patah tulang.
3.      Mencegah atau mengurangi sakit. Korban kecelakaan atau bahaya biasanya merasakan rasa sakit. Sehingga denganadanya penyelamatan si korban berkurang rasa sakitnya.
4.      Menghilangkan rasa ketakutan Perasaan rasa takut terhadap si korban selalu menyelimuti, misal luka tambah parah atau kehilangan anggota badan, dan lain-lain.
    1.      Prinsip dan Peraturan Penyelamatan
Prinsip yang harus diperhatikan dalam pendidikan keselamatan adalah:
a. Sikap tenang (tidak panik), tindakan yang harus dilakukan tidak tergesa-gesa, perhatikan si korban, lakukan tindakan secara hati-hati.
b. Perhatikan pernapasan si korban kecelakaan atau bahaya, apapun perlu perhatian tentang pernapasan sikorban, misalnya napas tersengal-sengal, napas terganggu, atau pernapasan terhenti.
c. Hentikan pendarahan Hentikan pendarahan apabila terjadi, karena apabila tidak segera dilakukan akan menimbulkan kematian.
d. Mengamankan si korban, korban harus diamankan dari bahaya/kejadian yang akan timbul lagi, misalnya di jalan raya dan di sungai.
e. Lakukan penyelamatan di tempat Sebelum di bawa ke dokter, korban harus ditolong di tempat yang aman.
f. Lakukan tindakan penyelamatan dengan cepet, tepat, dan hati-hati Perhatikan pertolongan secara cepat dan tepat pada diri si korban, yang membahayakan tubuh korban.
Pendidikan keselamatan juga perlu diperhatikan, apabila terjadi korban secara massal
(banyak), misal korban tsunami, gempa, gunung meletus, keracunan, atau kecelakaan di
laut, darat, dan di udara. Korban yang masih bernapas kita prioritaskan, pendarahan,
shock, patah tulang, luka-luka atau memar.
2.      Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
Kegiatan P3K lebih mengutamakan pada pertolongan pertama, artinya korban sebelum dibawa ke rumah sakit terlebih dahulu dilakukan penyelamatan.
Misalnya, terjadi kecelakaan terkena pisau dengan luka yang terlalu dalam.
Sambil menunggu kendaraan atau pertolongan medis tiba, sebaiknya dilakukan tindakan
.
penyelamatan seperti pembalutan dengan diberi betadin dan sebagainya.
Pertolongan pertama dilakukan untuk memberikan perawatan pada korban sebelum
pertolongan yang lebih lanjut diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan yang lain.
Luka adalah jaringan kulit yang terputus, robek, rusak oleh suatu sebab.
3.      Pelaksanaan P3K
®      Pelaksanaan P3K, berupa:
a.       Tindakan yang harus dilakukan segera dan selalu diarahkan untuk penyelamatan hidup.
b.      Tindakan yang dapat dilakukan kemudian untuk pencegahan cacat dan menghindari kondisi korban memburuk.
®      Tindakan yang Tak Boleh (Dilarang) dilakukan:
a.       Tindakan yang akan membahayakan hidup.
b.      Tindakan yang memperburuk korban, atau
c.       Tindakan yang dapat menimbulkan cacat di kemudian hari.
®      Rencana Pertolongan harus mempertimbangkan bagaimana
a.       Mempertahankan hidup korban, (periksa keadaan umum).
b.      Mengurangi penderitaan (perlu diteliti keadaan lokal).
c.       Mencegah pengotoran luka dan penderitaan lebih lanjut.
®      Secepat mungkin mengirim korban kepetugas kesehatan setempat. Urutan tindakan P3K pada umumnya:
a.       Cari keterangan penyebab kecelakaan.
b.      Amankan korban dari tempat berbahaya.
c.       Perhatikan keadaan umum korban.
d.      Lakukan tindakan untuk mengatasi:
1)      Gangguan pernafasan.
2)      Gangguan Perdarahan.
3)      Gangguan kesadaran.
4)      Segera lakukan pertolongan yang lebih sempurna, dengan sarana yang tersedia.
5)      Apabila korban sadar, langsung beritahukan dan tenangkan korban.

Prinsip prinsip penanganan cedera

PRINSIP-PRINSIP PENANGANAN CEDERA

PRINSIP-PRINSIP PENANGANAN CEDERA

Kecelakaan atau cedera padat terjadi dimana saja, kapan saja, dan siapa saja. Menurut Andun Sudijandoko (2000:29), dalam melakukan penanganan cedera olahragah terlebih dahulu mengetahui bagaimana badan yang terkena cedera dan beratnya cedera tersebut.
Menurut Andun Sudijandoko (2000:30), cedera dapat ditandai dengan adanya rasa sakit, pembengkakan, kram, memar, kekakuan, dan adanya pembatasan gerak sendi serta berkurangnya kekuatn pada daerah yang mengalami cedera tersebut. Sebelum kerumah sakit, pertolongan pertama yang dapat dilakukan dalam evaluasi awal tentang keadaan mum pemderita, untuk menentukan apakah ada keadaan yang mengancama kelangsungan hidup. Setelah diketahui tidak ada hal yang membahayakan jiwanya maka dilanjutkan upaya-upaya sebagai berikut:
1.      Penanganan dengan Sistem RICE
RICE principles atau prinsip RICE dikenal sebagai prinsip penanganan cedera pertama kali pada cedera olahraga atau cedera aktifitas yang berakibat pada gejala objektif yang dirasakan dan perlu penanganan prinsip RICE. RICE merupakan kepanjangan dari Rest (Istirahat), Ice (Es), Compression (Kompres) dan Elevation (Elevasi). Komponen RICE mempunyai peranan masing – masing karena mempunyai fungsi tertentu sehingga saling melengkapi untuk penanganan cedera. Penanganan cedera pada masa dini sangat signifikan fungsinya sebagai faktor penentu lamanya proses kesembuhan penderita cedera. Apabila ada tindakan pertama yang salah dalam penanganan cedera, hal itu akan berefek pada lama dan proses penyembuhan cedera tersebut. Untuk itu prinsip RICE ini sangat berperan dalam segala macam penanganan cedera, apakah itu cedera olahraga, cedera pekerjaan ataupun cedera aktifitas keseharian. Berikut penjabaran komponen komponen dari prinsip RICE Rest (Istirahat).
a.       Komponen pertama dari RICE adalah rest 
Rest (istirahat), yang mempunyai arti mengistirahatkanFungsi bagian extremitas yang cedera untuk meminimalkan cedera ataupun penambahan cedera. Agar seseorang penderita cedera tidak bertambah keluhannya, anjuran yang disarankan adalah istirahat. Istirahat sangat berarti untuk menghimpun tenaga ataupun mengistirahatkan tubuh. Istirahat akan meminimalkan nyeri yang di derita, mengurangi pembengkakan, menghindari gerakan yang tidak diperbolehkan dan menjaga sistem otot (muscular), sendi dan rangka (tulang), yang terlibat. Rest dapat diaplikasikan dengan cara splint (lengan), berbaring (punggung), tidur dan lebih jelasnya tidak melakukan kegiatan yang melibatkan bagian yang cedera terlebih dahulu. Ice (Es).



b.      Komponen kedua dari RICE adalah Ice atau Es


Pemakaian medium es sebagai salah satu penanganan dari prinsip RICE adalah sangat mutlak peranannya. Penggunaan es sangat diperlukan saat cedera terjadi karena saat cedera terjadi pembengkakan atau rusaknya pembuluh darah pasti terjadi, dan penanganan yang tepat adalah dengan es. Es dapat mengurangi terjadinya pembengkakan dan meluasnya kerusakan jaringan yang berlebih. Selain mengurangi pembengkakan dan menghindari kerusakan yang berlebih medium es juga dapat mengurangi nyeri untuk sementara. Es dapat mengurangi nyeri karena es bersifat analgetik bila dipakaikan ke bagian tubuh secara kontak langsung yang mana jaringan yang dipakaikan akan menjadi tebal (seperti di bius atau di anasthesi). Pengecualian pemakaian medium es adalah bila adanya luka terbuka pada cedera. Pengaplikasian cara ini dapat dengan cara kompres es (kontak langsung – tidak lebih dari 10 menit) atau dengan cloride ethyl spray (vapocoolant spray). Compression (Kompres).
  c.       Komponen ketiga dari RICE adalah Compression/kompresi
Kompresi merupakan tindakan pembalutan bagian yang cedera dengan alat perban atau bandage untuk menghindari penumpukan cairan yang disebabkan oleh pembengkakan. Selain untuk menghindari pembengkakan metode kompresi dapat juga sebagai penyangga atau peng-fiksasi gerakan extremitas yang cedera agar tidak bergerak sehingga tidak meluasnya jaringan yang rusak karena cedera. Elevation (Elevasi).

d.      Komponen ke empat dari RICE adalah Elevation/Elevasi
Elevasi merupakan komponen terakhir yang berfungsi atau mempunyai tujuan sebagai fasilitator suplai darah melalui pembuluh darah balik (vena) dari extremitas (lengan atau tungkai) ke arah jantung. Pembengkakan di extremitas biasanya terjadi kerena tidak lancarnya pembuluh darah balik tersebut. Untuk mengurangi pembengkakan atau menghindari pembengkakan yang lama untuk itu dilakukan elevasi extremitas. Elevasi mempunyai arti meninggikan posisi atau mengubah posisi ke yang lebih tinggi dari posisi jantung sehingga terjadi aliran kebawah yang akan memfasilitasi pembuluh darah balik dalam bekerja.
Pertolongan pertama merupakan pemberian perawatan yang diperlukan untuk sementara waktu. Seperti pertolongan:
a.       Pendarahan
Menutut Hardianto Wibowo, 1995: 39. Pendarahan terjadi karena pecahnya pembulu darah sebagai akibat dari trauma pukulan, tendangan atau terjatuh.
Cara menghentikan pendarahan yaitu dengan mempergunakan bahan lembut apa saja yang dimiliki saat itu,seperti sapu tangan atau kain yang bersih. Lalu tekankan pada bagian tubuh yang mengalami pendarahan dengan kuat. Kemudian ikat saputangan, agar saputangan yang digunakan tetap menekan luka sumber pendarahan.
Cedera yang dapat terjdi pendarahan seperti, luka, memar, lembam, lecet, kejang, koma, dan mati suri. Adapun cedera yang tidak mengeluaran darah. Seperti hypothermia, lepuh, pingsan, kram, syook, dan dehidrasi.


b.      Keseleo atau terkilir
Menurut Iskandar junaidi, 2011:109. Keseleo merupakan kecelakaan yang paling sering terjadi, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia olahraga. Keseleo disebabkan adanya hentakan yang keras terhadap sebuah sendi tetapi dengan arah yang salah atau berlawanan dengan alur otot. Akibatnya, jaringan pengikat antar tulang (ligament) robek. Robekan ini diikuti oleh pendarahan dibawah kulit, mengumpal dibawah kulit dan menyebabkan terjadinya pembekakan, rasa nyeri, serta sendi sulit digerakan. Bagian tubuh yang sering mengalami keseleo pada saat berolahraga seperti; pergelangan kaki, pergelangan tangan, jari tangan, sendi siku, sendi lutut, dan kejang otot.
 
2.      Penanganan Tradisional 

Seperti halnya dalam menangani cedera dalam olahraga secara umum, cedera yang menimpa pemain sepakbola seharusnya juga mendapatkan perawatan dan pengobatan secara medis, namun pada kenyataannya seperti yang terjadi pada beberapa kalangan dari pemain sepakbola di Indonesia, “mereka” lebih memilih menjalani pengobatan alternatif atau yang biasa disebut pengobatan tradisional, karena menurut mereka telah terbukti dan memberikan hasil yang cepat dan memuaskan. Pertimbangan memanfaatkan jasa pengobatan tradisional dalam mengobati cedera pemain sepakbola daripada praktek kedokteran dipengaruhi oleh faktor biaya operasi yang mahal, waktu pemulihan yang lama, dan kebiasaan turun-temurun yang sudah lebih dulu dipercaya. Dapat disimpulkan bahwa pemain sepakbola menginginkan cedera tersebut dapat disembuhkan secara instan agar kembali pada kondisi semula.
Tata cara pengobatan tradisional pada dasarnya mengacu kepada mengembalikan fungsi otot kembali normal melalui teknik pemijatan dan ditunjang dengan ramuan tradisional. Tahap awal penyembuhan cedera olahraga dimulai dengan melakukan pijatan di telapak kaki sebagai titik pusat peredaran darah dan bukan pada bagian yang menderita cedera. Peranan ramuan tradisional sama sekali tidak mengandung mistis di dalamnya, melainkan memberikan pengaruh panas ke otot sehingga memperlancar peredaran darah.
Berdasarkan pengalaman salah seorang pemain sepakbola professional, yang juga pemain Tim Nasional Indonesia yaitu Ricardo Salampessy, saat ia mengalami cedera lutut parah/berat, cedera itu dapat disembuhkan dengan metode pemijatan dan ramuan tradisional dari Papua. Selama cedera Slampessy secara rutin melakukan pemijatan pada lututnya yang dikerjakan oleh ahli Terapis tradisional dan dioleskan juga ramuan yang terbuat dari jahe merah asal Papua. Proses penyembuhan cederanya berlangsung selama 3 bulan, sehingga waktu ini menjadi lebih cepat daripada jika penanganan cedera dilakuakn dengan jalan operasi yang diperkirakan memakan waktu 6 bulan penyembuhan.
Metode penyembuhan yang dilakukan oleh ahli terapis tradisional untuk setiap jenis cedera bervariasi, sebagai acuan titik pemijatan terletak pada telapak kaki kemudian bergerak ke bagian lain tubuh yang berhubungan dengan cedera. Berikut ini beberapa penjelasan mengenai cara penanganan cedera pada lutut, engkel, dan memar:
*        Cedera lutut, jika terjadi dislokasi lutut maka langkah awalnya adalah mengembalikan posisi ujung lutut ke lokasi semula, pemijatan di telapak kaki dilakukan agar peredaran darah mengalir lancer ke jantung, dilanjutkan dengan pemijatan daerah sekitar lutut mengarah ke jantung.
*        Cedera engkel, cedera ini ditangani melalui pemijatan pada telapak kaki, kemudian dilanjutkan ke bagian engkel secara perlahan sambil memberikan tekanan yang mengarah ke atas. Untuk mengembalikan fungsi kerja otot, persendian digerakkan kea rah berbeda.
*        Cedera memar, pemijatan berawal dari ujung kaki menuju otot bagian tubuh lain yang masih berhhubungan dengan lokasi cedera. Untuk cedera memar tidak boleh dilakukan pemijatan pada bagian yang cedera, hanya di lokasi sekitarnya.
Cara pengobatan tradisional untuk mengobati cedera olahraga sepakbola maupun sakit lain umumnya dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat di Indonesia. Keyakinan kuat manfaat pengobatan tradisional sudah dikenal secara turun temurun sebagai bagian dari budaya masyarakat lokal.

Menurut Dr. Jhon Kambu seorang dokter tim sepakbola asal papua menyatakan bahwa beberapa pengobatan tradisional menggunakan metode pijatan dan ramuan tradisional tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran. (Tabloid Soccer edisi17/XI, 23 Oktober 2010).
Namun harus diingat bahwa memilih ahli terapis tradisional harus selektif dan berhati-hati karena apabila terjadi kesalahan maka akibatnya menjadi fatal yaitu tidak dapat kembali bermain sepak bola atau pensiun.
Seringkali cedera dialami seseorang bukan karena nasib buruknya, namun disebabkan dia tidak mematuhi beberapa aturan dalam berolahraga. Bagi Anda yang gemar berolahraga tentu pernah mengalami cedera, baik itu yang bersifat ringan ataupun sakit yang berat.
Sebelum melakukan olahraga, hal yang terpenting untuk diperhatikan adalah peralatan dan kelengkapan yang dibutuhkan. Kelengkapan olahraga dapat menghindarkan seseorang dari kecelakaan saat beraktivitas. Untuk olahraga yang membutuhkan seseorang berlari, maka kelengkapan pertama yang dipenuhi yakni sepatu, kaos kaki dan lain sebagainya yang digunakan di area kaki.
3.       Penanganan Para Medis


Semua olahraga memiliki risiko cidera, dimana pada saat cidera, kualitas dan performa atlet di lapangan akan menurun. Ada dua jenis cidera dalam berolahraga. Cidera langsung (traumatic injury) maupun tidak langsung (overuse injury).Traumatic injury di sini dapat dilihat dengan jelas penyebabnya. Misalnya jatuh, salah gerak, tertabrak, dan lain-lain sehingga menyebakan robekan/putusnya jaringan lunak (soft tissue) seperti ligamen, otot, tendon hingga terjadinya fraktur (patah tulang). Pada kondisi yang seperti ini, diperlukan penanganan medis professional seperti dokter atau fisioterapis.
Adapun penanganan cedera dengan rehabilitasi medis terbagi berdasarkan perkembangan cedera yaitu:
a.       Stadium Akut, adanya pembengkakan dan nyeri akibat pembengkakan. Bertujuan untuk mengatasi pembengkakan, edema yaitu dengan immobilisasi (tidak bergerak), kompres es, obat-obatan dan terapi modalitas lain. Dapat dimulai latihan gerak yang terbatas dan hati-hati.
b.      Stadium Sub-Akut, pembengkakan berkurang. Nyeri akibat regangan jaringan ikat.
Bertujuan mengurangi perlengketan dan kontraktur yaitu dengan cara latihan gerak aktif perlahan-lahan, intensitas bertambah secara bertahap.
c.       Stadium Kronik, inflamasi/pembengkakan hilang. Nyeri yang timbul di sini bukan akibat regangan jaringan ikat. Rehabilitasi di sini bertujuan untuk pemulihan dengan latihan peregangan, penguatan otot dan latihan gerak fungsi secara bertahap.
4.     Tindakan P3K
Di dalam melakukan suatu kegiatan, misalnya bekerja, belajar, wisata, bermain, atau berolahraga, ada kalanya sering terjadi bahaya atau kecelakaan. Adapun langkah-langkah awal pendidikan penyelamatan adalah sebagai berikut.
1.      Menyelamatkan jiwa korban Seseorang yang menjadi korban di mana dan kapan saja, tindakan yang pertama adalah menyelamatkan jiwa korban. Jiwa korban adalah hal yang penting yang harus ditolong.
2.      Mencegah terjadinya cidera yang parah Jika terjadi kecelakaan atau bahaya, tindakan yang perlu diambil adalah mencegah terjadinya cidera yang parah. Cidera yang parah juga terjadi pada saat penyelamatan yang salah dan tergesa-gesa, biasanya luka menjadi infeksi, atau patah tulang.
3.      Mencegah atau mengurangi sakit. Korban kecelakaan atau bahaya biasanya merasakan rasa sakit. Sehingga denganadanya penyelamatan si korban berkurang rasa sakitnya.
4.      Menghilangkan rasa ketakutan Perasaan rasa takut terhadap si korban selalu menyelimuti, misal luka tambah parah atau kehilangan anggota badan, dan lain-lain.
    1.      Prinsip dan Peraturan Penyelamatan
Prinsip yang harus diperhatikan dalam pendidikan keselamatan adalah:
a. Sikap tenang (tidak panik), tindakan yang harus dilakukan tidak tergesa-gesa, perhatikan si korban, lakukan tindakan secara hati-hati.
b. Perhatikan pernapasan si korban kecelakaan atau bahaya, apapun perlu perhatian tentang pernapasan sikorban, misalnya napas tersengal-sengal, napas terganggu, atau pernapasan terhenti.
c. Hentikan pendarahan Hentikan pendarahan apabila terjadi, karena apabila tidak segera dilakukan akan menimbulkan kematian.
d. Mengamankan si korban, korban harus diamankan dari bahaya/kejadian yang akan timbul lagi, misalnya di jalan raya dan di sungai.
e. Lakukan penyelamatan di tempat Sebelum di bawa ke dokter, korban harus ditolong di tempat yang aman.
f. Lakukan tindakan penyelamatan dengan cepet, tepat, dan hati-hati Perhatikan pertolongan secara cepat dan tepat pada diri si korban, yang membahayakan tubuh korban.
Pendidikan keselamatan juga perlu diperhatikan, apabila terjadi korban secara massal
(banyak), misal korban tsunami, gempa, gunung meletus, keracunan, atau kecelakaan di
laut, darat, dan di udara. Korban yang masih bernapas kita prioritaskan, pendarahan,
shock, patah tulang, luka-luka atau memar.
2.      Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
Kegiatan P3K lebih mengutamakan pada pertolongan pertama, artinya korban sebelum dibawa ke rumah sakit terlebih dahulu dilakukan penyelamatan.
Misalnya, terjadi kecelakaan terkena pisau dengan luka yang terlalu dalam.
Sambil menunggu kendaraan atau pertolongan medis tiba, sebaiknya dilakukan tindakan
.
penyelamatan seperti pembalutan dengan diberi betadin dan sebagainya.
Pertolongan pertama dilakukan untuk memberikan perawatan pada korban sebelum
pertolongan yang lebih lanjut diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan yang lain.
Luka adalah jaringan kulit yang terputus, robek, rusak oleh suatu sebab.
3.      Pelaksanaan P3K
®      Pelaksanaan P3K, berupa:
a.       Tindakan yang harus dilakukan segera dan selalu diarahkan untuk penyelamatan hidup.
b.      Tindakan yang dapat dilakukan kemudian untuk pencegahan cacat dan menghindari kondisi korban memburuk.
®      Tindakan yang Tak Boleh (Dilarang) dilakukan:
a.       Tindakan yang akan membahayakan hidup.
b.      Tindakan yang memperburuk korban, atau
c.       Tindakan yang dapat menimbulkan cacat di kemudian hari.
®      Rencana Pertolongan harus mempertimbangkan bagaimana
a.       Mempertahankan hidup korban, (periksa keadaan umum).
b.      Mengurangi penderitaan (perlu diteliti keadaan lokal).
c.       Mencegah pengotoran luka dan penderitaan lebih lanjut.
®      Secepat mungkin mengirim korban kepetugas kesehatan setempat. Urutan tindakan P3K pada umumnya:
a.       Cari keterangan penyebab kecelakaan.
b.      Amankan korban dari tempat berbahaya.
c.       Perhatikan keadaan umum korban.
d.      Lakukan tindakan untuk mengatasi:
1)      Gangguan pernafasan.
2)      Gangguan Perdarahan.
3)      Gangguan kesadaran.
4)      Segera lakukan pertolongan yang lebih sempurna, dengan sarana yang tersedia.
5)      Apabila korban sadar, langsung beritahukan dan tenangkan korban.